BEBERAPA
PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Oleh:
A. Miftakhul Ulum
NIM: 11770047
NIM: 11770047
Dosen
Pengampu
Dr. H. Moh. Padil, M. Pd.I
Dr. H. Moh. Padil, M. Pd.I
A. PENDAHULUAN
Kurikulum
merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem
pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada
semua jenis dan tingkat pendidikan.
Setiap
pendidik harus memahami perkembangan kurikulum, karena merupakan suatu
formulasi pedagogis yang paling penting dalam konteks pendidikan,
dalam kurikulum akan tergambar bagaimana usaha yang dilakukan membantu siswa
dalam mengembangkan potensinya berupa fisik, intelektual, emosional, dan sosial
keagamaan dan lain sebagainya.
Dengan
memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan
pembelajaran, metode, tekhnik, media pengajaran, dan alat evaluasi pengajaran
yang sesuai dan tepat. Untuk itu, dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan
sistem pendidikan ditentukan oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik,
intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh
karena itu, sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga kependidikan bidang
pendidikan Islam memahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya. Maka pada
makalah ini penulis akan membahas beberapa pendekatan yang digunakan dalam
rangka mengembangkan kurikulum pendidikan Islam. Harapan penulis adalah semoga makalah
ini dapat menambah wawasan keilmuan kita dan bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya dan khususnya bagi diri penulis sendiri. Amin.
B. PEMBAHASAN
1.
Kajian
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Dalam
bahasa latin kurikulum berarti “ lapangan
pertandingan” (race course) yaitu arena tempat peserta didik berlari untuk
mencapai finish, Baru pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidamg
pendidkan. Bila ditelusuri ternyata kurikulum mempunyia berbagai macam arti, yaitu:
(1). Kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran; (2). Pengalaman belajar yang
diperoleh murid dari sekolah; (3). Rencana belajar siswa.
Menurut
UU No.2 tahun 1989 kurikulum yaitu seperangkat rencana dan peraturan, mengenai
isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunkannya dalam menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar.
Banyak
pendapat mengenai arti kurikulum, Namun inti kurikulum sebenarnya adalah
pengalaman belajar yang banyak kaitannya dengan melakukan berbagai kegiatan,
interaksi sosial, di lingkungan sekolah, proses kerja sama dengan kelompok,
bahkan interaksi denagn lingkungan fisik seperti gedung sekolah dan ruang
sekolah. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata
pelajaran, tetapi yang terpenting adalah pengalaman kehidupan. Didalam UU RI No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19 Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.[1]
Zais
dalam bukunya Syaodih menjelaskan bahwa kurikulum bukan hanya merupakan rencana
tertulis begi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi
dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingnkungan dan kegiatan yang
berlangsung di dalam kelas.[2]
Sedangkan
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik
bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
mereka.[3]
Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan
yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan.[4]
M.
Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan
dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan.
S.
Nasution menyatakan, ada beberapa penafsiran lain tentang kurikulum.
Diantaranya: Pertama, kurikulum sebagai produk (hasil pengembangan kurikulum),
Kedua, kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa
(sikap, keterampilan tertentu), dan Ketiga, kurikulum dipandang sebagai
pengalaman siswa.[5]
Pengertian
kurikulum dalam pandangan modern merupakan program pendidikan yang disediakan
oleh sekolah yang tidak hanya sebatas bidang studi dan kegiatan belajarnya
saja, akan tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan
dan pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan
sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya tidak hanya
di sekolah tetapi juga di luar sekolah.[6]
Jika
diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi
sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya
ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah
pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam
bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya
mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna (insan kamil) yang strateginya
telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam.[7]
Adapun
yang terakhir adalah pengertian pengembangan kurikulum pendidikan Islam. Dari
beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum pendidikan
islam dapat diartikan sebagai: a) kegiatan menghasilkan kurikulum PAI, atau b)
proses yang mengkaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilakn
pendidikan Islam yang lebih baik, atau c) kegiatan penyusunan (desain),
pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan kurikulum PAI.[8]
Menurut
Geane, Topter dan Alicia bahwa Pengembangan Kurikulum adalah suatu proses
dimana partisipasi pada berbagai tingkatan dalam membuat keputusan tentang
tujuan, bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses belajar mengajar dan
apakah tujuan dan alat itu serasi dan efektif.[9]
Pengembangan
kurikulum adalah suatu proses yang merencanakan, menghasilkan suatu alat yang
lebih baik dengan didasarkan pada hasil penelitian terhadap kurikulum yang
tidak berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi kegiatan belajar mengajar yang
lebih baik.[10]
Dalam
realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum pendidikan Islam tersebut ternyata
mengalami perubahan-perubahan paradigm, walau dalam beberapa hal tertentu
paradigm sebelumnya tetap dipertahankan hingga sekarang. Beberapa pendapat
mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum (curriculum
development) adalah: the planning of
learning opportunities intended to bring about certain desired in pupils, and
assessment of the extent to which these change have taken place.[11]
Rumusan
ini menunjukkan bahwa kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan
belajar yang dimaksudkan untuk membawa peserta didik ke arah
perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan tersebut
telah terjadi pada setiap peserta didik.
Dalam
pengertian tersebut sesungguhnya pengembangan kurikulum adalah proses siklus
yang tidak pernah berakhir. Proses kurikulum tersebut terdiri dari empat unsure
yaitu:[12]
a. Tujuan:
mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbangan tentang
tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenan dengan mata pelajaran (subject course) maupun kurikulum secara
menyeluruh.
b. Metode
dan material: mengembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan material
institusi untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan pertimbangan pengajar
c. Penilaian
(assesment): menilai keberhasilan
pekerjaan yang telah dikembangkan dalam hubungan dengan tujuan
d. Balikan
(feedback): umpan balik dari semua
pengalaman yang telah diperoleh, yang pada gilirannya menjadi titik tolak bagi
studi selanjutnya.
Dari
beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum
adalah proses penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang
dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan
yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
2.
Pendekatan
Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Para
pengembang telah menemukan beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum.
Yang dimaksudkan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan
metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis
agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. Setidak-tidaknya ada 4 pendekatan
dalam pengembangan kurikulum di antaranya, yaitu: pendekatan subyek akademik,
pendekatan humanistik, pendekatan teknologi, dan pendekatan rekonstruksi
sosial.
a. Pendekatan
Subyek Akademik (bidang studi)
Pendekatan
ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi
kurikulum. Prioritas pendekatan ini adalah mengutamakan sifat perencanaan
program dan juga mengutamakan penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu
tertentu.[13]
Pendekatan
ini adalah pendekatan yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri
kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Pendekatan subyek akademik dalam menyususn
kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu
masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu yang
berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subyek
akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih dulu mata pelajaran/mata kuliah
apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan
disiplin ilmu. Tujuan kurikulum subyek akademis adalah pemberian pengetahuan
yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelititan.
b. Pendekatan
Humanistik
Kurikulum
ini berpusat pada siswa atau peserta didik (student-centered)
dan mengutamakan perkembangan afektif peserta didik sebagai prasyarat dan
sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistic meyakini
bahwa kesejahteraan mental dan emosional peserta didik harus dipandang sentral
dalam kurikulum, agar proses belajar memberikan hasil yang maksimal.[14]
Pendekatan
humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide memanusiakan manusia.
Penciptaan konteks yang memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human,
untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar
evaluasi dan dasar pengmbangan program pendidikan.
Kurikulum
pada pendekatan ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1)
Partisipasi, kurikulum ini menekankan partisipasi murid dalam belajar. Kegiatan
belajar adalah belajar bersama, melalui berbagai bentuk aktivitas kelompok.
Melalui partisipasi kegiatan bersama, murid-murid dapat mengadakan perundingan,
persetujuan, pertukaran kemampuan, bertanggung jawab bersama, dan lain-lain.
Ini menunjukkan cirri-ciri yang non- otoriter
2)
Intergrasi, melalui partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok terjadi
interaksi, interpenetrasi, dan integrasi dari pemikiran, dan juga tindakan.
3)
Relevansi, isi pendidikan relevan dengan kebutuhan, minat dan kebutuhan murid karena
diambil dari dunia murid oleh murid sendiri.
4)
Pribadi anak, pendidikan ini memberikan tempat utama pada kepribadian anak.
5)
Tujuan, pendidikan ini bertujuan pengembangan pribadi yang utuh,yang serasi
baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan secara menyeluruh.
Prioritasnya
adalah pengalaman belajar yang diarahkan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan
peserta didik.
c. Pendekatan
Teknologis
Pendekatan
teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari
analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.
Pembelajaran
PAI dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilamana yang menggunakan
pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola,
melaksanakan, dan menilainya.
Pendekatan
teknologis ini sudah tentu mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia
terbatas pada hal-hal yang bisa dirancang sebelumnya. Karena dari itu
pendekatan teknologis tidak selamanya dapat digunakan dalam pembelajaran PAI.
kalau kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam hanya sampai kepada
penguasaan materi dan keterampilan menjalankan ajaran agama, mungkin bisa
mengunakan pendekatan teknologis, sebab proses dan produknya bisa dirancang
sebelumnya.
Pesan-pesan
pendidikan agama Islam tidak semua dapat didekati secara teknologis. Sebagai
contoh: bagaimana membentuk kesadaran keimanan peserta didik terhadap Allah
Swt., malaikatnNya, kitab-kitabNya dan lainnya. Masalah kesadaran keimanan
banyak mengandung masalah yang abstrak, yang tidak hanya dilihat dari perilaku
riil atau konkritnya. prinsip efisiensi dan efektivitas (sebagai ciri khas
pendekatan teknologis) kadang kala juga sulit untuk dicapai dan dipantau oleh
guru, karena pembentukan keimanan, kesadaran pengamalan ajaran Islam dan
berakhlak Islam, sebagaimana tercantum dalam tujuan pendidikan agama Islam,
memerlukan proses yang relatif lama, yang sulit dipantau hasil belajarnya
dengan hanya mengandalkan pada kegiatan belajar-mengajar di kelas dengan
pendekatan teknologis. Kerena itu perlu menggunakan pendekatan lain yang
bersifat non-teknologis.
d. Pendekatan
Rekontruksionalisme
Pendekatan
ini disebut juga pendekatan rekontruksi sosial karena memfokuskan kurikulum
pada masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti polusi, ledakan
penduduk, malapetaka akibat tujuan teknologi dan lain-lain.
Dalam
gerakan in terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangannya terhadap
kurikulum, yaitu.
1).
Rekontruksionalisme Konservatif
Pendekatan
ini menganjurkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan
individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang
paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
2).
Rekontruksionalisme Radikal
Golongan radikal ini berpendapat
bahwa kurikulum yang sedang mencari pemecahan masalah sosial ini tidak memadai.
Kelompok ini ingin menggunakan pendidikan untuk merombak tata social dan
lembaga social yang ada dan membangun struktur sosial baru.[15]
Pendekatan
Rekonstruksi Sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian
bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan
memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif, akan
dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukkan masyarakat yang lebih baik.
Kurikulum
rekonstruksi sosial disamping menekankan isi pembelajaran atau pendidikan juga
sekaligus menekankan proses pendidikan dan pengalaman belajar. Pendekatan
rekonstruksi sosial berasumsi bahawa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang
dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia lain, selain hidup bersama,
berinteraksi dan bekerja sama.
Isi
pendidikan terdiri atas problem-problem aktual yang dihadapi dalam kehidupan
nyata di masyarakat. Proses pendidikan atau pengalaman belajar peserta didik
berbentuk kegiatan-kegiatan belajar kelompok yang mengutamakan kerja sama, baik
antar peserta didik, peserta didik dengan guru/dosen dengan sumber-sumber
belajar yang lain. Karena itu, dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan
PAI bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat sebagai isi PAI,
sedang proses atau pengalaman belajar peserta didik adalah dengan cara
memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooparatif dan
kolaboratif, berupaya mencari pemecahan terhadap problem tersebut menuju
pembentukan masyarakat yang lebih baik.[16]
Pendekatan
dalam pengembangan kurikulum merefleksikan pandangan seseorang terhadap sekolah
dan masyarakat. Para pendidik pada umumnya tidak berpegang pada salah satu pendekatan
secara murni, tetapi menganut beberapa pendekatan yang sesuai. Pendekatan dalam
pengembangan kurikulum mempunyai arti yang sangat luas. Hal tersebut bisa
berarti penyusunan kurikulum baru (curriculum
construction), bisa juga penyempurnaan terhadap kurikulum yang sedang berlaku
(curriculum improvement).
Dalam
hal ini, Syaodih mengemukakan pendekatan pengembangan kurikulum berdasarkan
sistem pengelolaan dan berdasarkan fokus sasaran.
a. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berdasarkan
Sistem Pengelolaan
Dilihat
dari pengelolaanya pengembangan kurikulum dibedakan antara system pengelolaan
yang terpusat (sentralisasi) dan tersebar (desentralisasi). Dengan adanya kebijakan
otonomi daerah maka pengelolaan kurikulum tidak lagi sentralisasi tetapi desentralisasi
sehingga pengembangan kurikulum lebih berbasis daerah atau. kewilayahan.
Model kurikulumnya akan beragam sesuai dengan tujuan, fungsi, dan isi program
pendidikan.
b. Pendekatan
Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Fokus Sasaran
Berdasarkan
fokus sasaran, pengembangan kurikulum dibedakan antara pendekatan yang
mengutamakan penguasaan ilmu pengetahuan yang menekankan pada isi atau materi,
penguasaan kemampuan standar yang menekankan pada penguasaan kemampuan
potensial yang dimiliki peserta didik sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya,
penguasaan kompetensi yang menekankan pada pemahaman dan kompetensi tertentu
disekolah, pembentukan pribadi yang menekankan pada pengembangan atau
pembentukan aspek-aspek kepribadian secara utuh, baik pengetahuan,
keterampilan, maupun nilai dan sikap, dan penguasaan kemampuan memecahkan
masalah sosial kemasyarakatan yang menekankan pada pengembangan kemampuan
memecahkan masalah-masalah yang ada dimasyarakat.[17]
C. PENUTUP
Kurikulum
merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam sebuah sistem
pendidikan. Pengembangan kurikulum juga sama pentingnya dalam proses
pendidikan. Mengingat betapa pentingnya komponen kurikulum dalam sebuah sistem
pendidikan tersebut, maka selama ini kurikulum selalu mengalami perubahan atau
lebih tepatnya penyempurnaan atau pengembangan. Hal ini dilakukan agar
kurikulum bisa sejalan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sedikitnya
terdapat 4 pendekatan yang bisa digunakan dalam rangka mengembangkan kurikulum,
yaitu 1) pendekatan subjek akademik, dimana pendekatan ini dalam menyususn
kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu
masing-masing; 2) pendekatan humanistik, dalam pengembangan kurikulum bertolak
dari ide memanusiakan manusia. Penciptaan konteks yang memberi peluang manusia
untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar
filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengmbangan program pendidikan;
3) pendekatan teknologis, dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan
bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tugas-tugas tertentu. Pembelajaran PAI dikatakan menggunakan pendekatan
teknologis, bilamana yang menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis
masalah belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan, dan menilainya, dan 3)
pendekatan rekontruksi sosial, dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan
keahlian bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk
selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara
kooperatif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukkan masyarakat
yang lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah Idi, 2007, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
E. Mulyasa, 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep,
Karakteristik, dan Implementasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
H. Ramayulis, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia.
http://www.asrori.com/2011/05/model-pengembangan-kurikulum-pai.html.
diakses pada tanggal 28 April 2012.
Muhaimin, 2005, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Madrasah Dan Perguruan Tinggi,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nana Syaodih Sukmadinata, 2005, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Omar Mohammad Al-Toumy A-Syaibany, 1984, Falsafah Pendidikan Islam, Terj.Hassan
Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang.
Oemar Hamalik, 2006, Manajemen Pengembangan Kurikulum,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
S.Nasution, 1994, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara.
_________
1993,
Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Subandijah, 1996, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
UU
RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal,
2009, Bandung: Wacana Adhitya.
Zakiyah
Dradjat, dkk, 1996, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
[1] UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal,
(Bandung: Wacana Adhitya, 2009), hlm. 4
[2] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 5
[3]
Omar Mohammad Al-Toumy A-Syaibany, Falsafah
Pendidikan Islam, (Terj.Hassan Langgulung), (Jakarta: Bulan Bintang, 1984),
hlm. 478.
[4]
Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 122.
[5]S.Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara,1994), hlm. 5-9.
[6] H. Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hlm. 152.
[7] Ibid.
[8] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Madrasah Dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja grafindo Persada, 2005), hlm. 10
[9] Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996), hlm. 36.
[10] Ibid., hlm. 38
[11] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 96
[12] Ibid., hlm. 97
[13] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm 190
[14] Ibid., hlm. 203
[15] S. Nasution, Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm
48
[16] http://www.asrori.com/2011/05/model-pengembangan-kurikulum-pai.html. diakses pada tanggal 28 April
2012
[17] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi,
(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 65
3 komentar:
kok gk bisa di copi ce?
heheh.
wah pyn kurang profesional ce bos, coba control+A. pasti bisa. heheheheheh
Posting Komentar