Tentang
perbedaan tafsir dan Takwil
ini banyak pendapat ulama yang pendapat tentang ini,dan pendapat ulama
itu tidak sama dan bahkan ada yang jauh perbedaan satu sama lain,
diantara
pendapat-pendapat tersebut adalah;
Ibnu Faris yang
dikutip Abdurrahman Mardafi menyatakan bahwa maksud sebuah ungkapan
tidak lepas
dari tiga hal; makna, tafsir, dan Takwil. Meskipun berbeda
dari
segi istilah, namun maksud dari ketiganya saling berdekatan dan terkait.
Makna
adalah maksud dan tujuan dari sebuah perkataan. Sedangkan tafsir,
menyingkap
maksud yang tersembunyi dari sebuah ayat. Adapun Takwil,
mengalihkan
lafazh dari suatu makna kepada makna lain yang dikandungnya.[17][17]
Ar-Raghib
Al-Isfahani yang dikutip Abdurrahman Mardafi mengatakan, "Tafsir
lebih umum dari pada Takwil. Tafsir lebih banyak digunakan
kepada
lafazh-lafazh, sedangkan Takwil lebih banyak digunakan kepada
makna-makna, seperti Takwil mimpi. Takwil juga lebih banyak
digunakan
dalam kitab-kitab suci, sedangkan tafsir banyak digunakan untuk
menemukan makna kata-kata dalam sebuah ucapan".[18][18]
Abdurrahman
Mardafi menambahkan dari pendapat Az-Zarkasyi bahwa, tafsir dalam
istilah para ulama adalah menyingkap atau menemukan makna-makna
Al-Qur'an dan
menjelaskan maksudnya, ia lebih umum dari Takwil yang hanya
sekedar
membahas lafazh-lafazh yang ambigu atau makna yang zhahir atau
permasalah
lafazh lainnya. Tafsir lebih banyak digunakan dalam
kalimat-kalimat.
Selain itu, tafsir juga membahas lafazh-lafazh yang asing.
Sedangkan Takwil,
terkadang menggunakan lafazh umum dan terkadang lafazh khusus. Seperti
kata
kufur yang terkadang diartikan ingkar dalam arti yang umum, terkadang
juga
digunakan untuk pengingkaran terhadap Allah Azza wa Jalla dalam
arti
yang khusus, dan kata iman yang terkadang diartikan mempercayai (tashdiq)
dalam arti yang umum, terkadang juga digunakan untuk membenarkan
kebenaran,
baik dalam lafazh ambigu yang memiliki beberapa makna.
Al-Bajili
yang
dikutip Abdurrahman Mardafi mengatakan bahwa tafsir berkaitan
dengan riwayah
(riwayat) sedangkan Takwil berkaitan dengan dirayah (ilmu
pengetahuan). Abdurrahman Mardafi menambahakan hal serupa dinyatakan
oleh Abu
Nasr Al-Qushairy, "Tafsir terbatas hanya pada mengikuti dan
mendengar (riwayat), sedangkan istimbath (kesimpulan) merupakan
bagian
dari Takwil. Ini juga pendapat Abu Manshur Al-Maturidi, sehingga
ia
menyimpulkan bahwa tafsir berlaku untuk para sahabat sedangkan Takwil
untuk para fuqaha' (ulama). Sebab, para sahabat adalah
orang-orang yang
menyaksikan turunnya wahyu dan mendengar langsung dari Nabi Shallallahu
'alaihi
wasallam serta mereka tidak akan berbicara tanpa ilmu.[19][19]
Menurut
Abdurrahman Mardafi sendiri Takwil adalah hakekat luar (haqiqah
kharijiyah) dari sebuah ayat, sedangkan mengetahui tafsir dan
maknanya adalah mengetahui gambaran sebuah ayat secara ilmiah, karena
Allah Azza
wa Jalla menurunkan Al-Qur'an agar dipahami, dimengerti,
direnungkan, dan
dipikirkan baik ayat yang muhkamat maupun yang mutasyabihat
meskipun tidak diketahui Takwilnya.[20][20]
Takwil merupakan bagian
dari tafsir, jika tafsir menyingkap tabir makna dari
sebuah
lafazh, maka Takwil menemukan makna dari lafazh yang ambigu
setelah
tabir tersingkap. Jadi, Takwil dapat berarti pendalaman makna (intensification
of
meaning) dari tafsir. Tafsir menyingkap tabir makna
dari
lafazh yang tersirat (implisit) sedangkan Takwil menemukan makna
batin (esoteris)
dari lafazh yang eksplisit (tersurat) atau ambigu (mutasyabih).[21][21]
Mengenai perbedaan ini ada yang
menyimpulkan bahwa perbedaan tafsir dan takwil adalah sebagai berikut:
1.
Tafsir lebih banyak
digunakan pada
lafas dan mufradat sedangkan takwil lebih banyak digunakan pada jumlah
dan
makna-makna.
2. Tafsir apa yang bersangkutan paut
dengan riwayah sedangkan Takwil apa-apa yang bersangkutan paut dengan
dirayah.
3. Tafsir menjelaskan secara detail
sedangkan Takwil hanya menjelaskan secara global tentang apa yang
dimaksud
dengan ayat itu.
4. Takwil menjabarkan kalimat-kalimat
dan menjelaskan maknanya sedangkan tafsir menjelaskan secara dengan
sunnah dan
menyampaikan pendapat para sahabat dan para ulama dalam penafsiran itu.
5.
Tafsir menjelaskan
lafas yang zahir
,adakalanya secara hakiki dan adakalanya secara majazi sedangkan Takwil
menjelaskan lafas secara batin atau yang tersembunyi yang diambil dari
kabar
orang orang yang sholeh.[22][22]
Berdasarkan
sumber penafsirannya,
tafsir terbagi kepada dua bagian: Tafsir Bil-Ma’tsur dan Tafsir
Bir-Ra’yi.[23][23] Namun
sebagian ulama ada yang menyebutkannya tiga bagian.
1.
Tafsir
Bilma’tsur adalah tafsir yang menggunakan Al-Qur’an dan/atau
As-Sunnah
sebagai sumber penafsirannya.
3.
Tafsir
Bil Isyarah, Penafsiran al-Qur’an dengan firasat atau kemampuan
intuitif yang biasanya dimiliki oleh tokoh-tokoh shufi, sehingga tafsir
jenis
ini sering juga disebut sebagai tafsir shufi.[24][24]
Berdasarkan
corakm penafsirannya, kitab-kitab tafsir terbagi kepada beberapa macam.
Di
antara sebagai berikut: Tafsir
Shufi/Isyari,
Tafsir
Fiqhy, Tafsir
Falsafi, TafsirIlmi,
Tafsir
al-Adab al-Ijtima’i.[25][25]
Macam-macam
Tafsir berdasarkan metodenya yakni, Metode
Tahlily (metode Analisis), Metode Ijmaly (metode Global), Metode Muqaran
(metode Komparasi/Perbandingan), Metode Maudhu’i (metode Tematik)[26][26]
Sedangkan
Ilmu-ilmu yang diperlukan oleh Seorang Penafsir
menurut Imam As-Suyuthi yang dikutip oleh M. Ali Ash-Shabuni: Mengetahui
bahasa
Arab dan kaidah-kaidahnya,
Mengetahui ilmu balaghah,Mengetahui
ilmu ushul
fikih, Mengetahui AsbabunNuzul,
Mengetahui Nasikh
dan mansukh, Mengetahui Qiraat,
dan Memilki bakat dan keahlian[27][27]
Menurut para
ulama, ada bentuk dalil-dalil yang digunakan untuk merajihkan makna
esoteris
(makna marjuh) dari pada makna zhahir.
a.
Nash
Al-Qur'an dan As-Sunnah; seperti firman Allah
tentang keharaman bangkai (hewan sembelihan yang tidak menyebut nama
Allah)
dalam QS. Al-Maidah: 3). Ayat ini menerangkan keharaman segala sesuatu
dari
bangkai, termasuk kulitnya. Namun ada hadith bahwasanya Rasulullah Shallallahu
'alaihi
wasallam bersabda kepada para sahabat tentang kambing milik
Maimunah Radhiyallah 'anha yang mati yang akan dibuang, "Kenapa
kalian tidak mengambil kulitnya kemudian kalian samak dan manfaatkan?",
para sahabat menjawab, "Tapi ini bangkai?", beliau menjawab,
"Yang diharamkan dari bangkai hanyalah memakannya". Dalil dari hadith
ini mengalihkan sebuah lafazh dari makna zhahirnya.
b. Ijma'; seperti firman Allah dalam
QS.Al-Jumu'ah: 9,
mengenai erintah shalat jumat, secara
zhahir ayat ini berlaku kepada semua orang beriman baik laki-laki,
perempuan,
orang yang merdeka, budak, maupun anak-anak. Tetapi ijma' mengecualikan
anak-anak yang belum baligh.
c. Qiyas;
diantara para ulama ada yang mensyaratkan
harus dengan qiyas
jaly, seperti qiyas budak laki-laki pada budak
perempuan dalam hal pembebasannya, sedangkan qiyas
fariq tidak berlaku. Hikmah
Tasyri' dan kaidah-kaidah dasar syari'at;
seperti kewajiban zakat dari empat puluh ekor kambing dengan satu ekor (فِي كُلِّ
أَرْبَعِينَ شَاةً شَاةٌ).
Menurut ulama Syafi'iyah, membayar dengan seekor kambing sesuai dengan
zhahir
lafazh hadith dan tidak boleh menggantinya dengan uang (ikhrajal-qiymah)
karena lafazhnya jelas, khusus, dan
qath'i. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, boleh menggantinya dengan
uang (ikhraj
al-qiymah) karena hikmah dari
mengeluarkan zakat adalah mencukupi kebutuhan orang-orang faqir dan uang
lebih
bermanfaat untuk mencukupi segala kebutuhan mereka serta lebih sesuai
dengan
keinginan syari'at. [28][28]
Dalam kaitannya
dengan masalah makna, seorang mujtahid ketika akan mengalihkan lafazh
dari
makna yang kuat kepada makna yang lemah harus memperhatikan hal-hal
berikut;
a.
Makna lughawi
bahasa Arab, seperti kata shalat yang
berarti do'a, zakat yang berarti penyucian, dan shaum yang berarti
menahan.
b.
Istilah-istilah
syar'i;
kata yang memiliki pengertian khusus dalam
syar'i, sehingga makna kata tersebut harus dikembalikan kepada makna
syar'i
bukan kepada makna lughawi (bahasa).
c.
Istilah dalam urf
(kebiasaan),
baik urf yang bersifat umum
seperti kata الدابة
untuk makhluk yang berkaki empat (melata) atau kata الغائط untuk
kotoran,
maupun urf
yang bersifat khusus seperti istilah-istilah
dalam ilmu nahwu, fiqh, hadith, dan ilmu-ilmu lainnya.[29][29]
Selain
memperhatikan tiga hal di atas, dalam mengalihkan lafazh dari makna yang
kuat
kepada makna yang lemah juga harus mengembalikan kepada makna yang dekat
atau
berdasarkan dalil.
Para
ulama
ushul
merupakan kelompok yang paling mendalami
kajian ayat-ayat Al-Qur'an, bila dibandingkan dengan kelompok disiplin
ilmu
lainnya. Hal itu mereka lakukan untuk kepentingan pengambilan hukum (istimbath
al-ahkam). Sehingga kajian para ulama ushul
merupakan kelanjutan dari kajian para ulama bahasa dan hadith. Dari
pendalaman
kajian tersebut, mereka menemukan beberapa bentuk Takwil,
diantaranya
mengkhususkan lafazh yang umum (takhshishal-umum),
membatasi lafazh yang mutlak (taqyid
al-muthlaq), mengalihkan lafazh dari maknanya
yang hakiki kepada yang majazi, atau dari makanya yang mengandung wajib
menjadi
makna yang sunnah.[30][30]
Allah Azza
wa Jalla menurunkan Al-Qur'an dengan dua macam ayat; muhkamat
dan mutasyabihat.
Ayat-ayat muhkamat adalah
ayat-ayat yang sudah jelas maksud dan maknanya. Sedangkan mutasyabihat
adalah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat
ditentukan
arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam atau
ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti
ayat-ayat yang
berhubungan dengan perkara-perkara gaib misalnya ayat-ayat yang mengenai
hari
kiamat, surga, neraka dan lain-lain. Secara umum, ayat-ayat mutasyabihat
merupakan objek kajian Takwil (majaal al-Takwil).
Lebih
spesifik
lagi Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul dalam Syarh Muqaddimah fi
Ushul
Tafsir Ibnu Taimiyah yang dikutip Abdurrahman Mardafi menyatakan
bahwa, mantuq
memiliki lima macam; nash, zhahir, muawwal, dalalah iqtidha', dan
dalalah isharah.[31][31] Maka nash dan zhahir
adalah bagian dari pembahasan tafsir, sedangkan muawwal,
dalalah
iqtidha', dan dalalah isharah adalah bagian dari pembahasan Takwil.[32][32]
Ash-Shaukani
dalam Irsyadul Fuhul yang dikutip Abdurrahman Mardafi menjelaskan
bahwa
ada dua ruang lingkup Takwil (majaal al-Takwil); Pertama,
kebanyakan dalam masalah-masalah furu', yakni dalam nash-nash
yang
berkaitan dengan hukum-hukum syariah. Takwil dalam ruang lingkup
ini
tidak diperselisihkan lagi mengenai bolehnya di kalangan ulama. Kedua,
dalam masalah-masalah ushul, yakni nash-nash yang berkaitan
dengan
masalah aqidah. Seperti, nash tentang sifat-sifat Allah Azza wa Jalla,
bahwa Allah memiliki tangan, wajah, dan sebagainya. Selain itu, termasuk
juga
huruf muqattha'ah di permulaan surat-surat.[33][33]
Selain
menetapkan aturan dalam menTakwil, para ulama juga menetapkan beberapa
persyaratan bagi orang yang ingin melakukan Takwil terhadap
ayat-ayat
Al-Qur'an dengan kriteria yang cukup ketat, yang juga merupakan kriteria
bagi
seorang mujtahid dan mufassir;
a.
Memiliki ilmu
tentang Al-Qur'an; mengetahui dan mengusai ayat-ayat Al-Qur'an terutama
ayat-ayat hukum dan tidak disyaratkan harus menghafalnya.
b.
Memiliki ilmu
tentang As-Sunnah; mengetahui dan mengusai hadith-hadith hukum dan mampu
menyebutkannya, serta membedakannya mana yang shahih dan mana yang
dhaif,
mengetahui nasikh dan mansukh, mengetahui ijma', dan perbedaan-perbedaan
pendapat para ulama.
c.
Mengusai ilmu
ushul fiqh sebagai modal ijtihad.
d.
Mengusai bahasa
Arab dengan baik dan mengetahui makna-makna dari setiap katanya, karena Takwil-Takwil
batil kebanyakan berasal dari orang ajam yang tidak mengusai
bahasa
Arab.
e.
Mengetahui maqashid
shari'ah dengan baik.
5 komentar:
https://www.youtube.com/channel/UCmviEUU-LXUYHSqv7SeBIQw
https://www.youtube.com/watch?v=urA07EvWfS0
https://www.youtube.com/watch?v=vkOIWz1ZhuQ&t=73s
https://www.youtube.com/watch?v=224yLitpks4
https://www.youtube.com/watch?v=5EEj8NkOzaw&t=11s
http://kitaabati.blogspot.co.id/
https://www.instagram.com/ulama_banjar_quotes/
https://www.instagram.com/zaim_zaim/
http://miazart.blogspot.co.id/
https://www.youtube.com/channel/UCmviEUU-LXUYHSqv7SeBIQw
https://www.youtube.com/watch?v=EILK7fW1cHw&t=114s
https://www.youtube.com/watch?v=ulMBe4NQfNM&t=306s
https://www.youtube.com/watch?v=9OLxKFc5v4Q
https://www.youtube.com/watch?v=9Q1VFPNfgWI&t=3s
http://kitaabati.blogspot.com/2012/05/pengertian-rasul-ulul-azmi-dan-para.html
http://kitaabati.blogspot.com/2012/12/permendiknas-ri-no-19-tahun-2005.html
http://kitaabati.blogspot.com/2012/10/pengertian-tafsir-dan-takwil.html
http://kitaabati.blogspot.com/2012/10/perbedaan-tafsir-dan-takwil.html
http://kitaabati.blogspot.com/2013/01/dalil-kemurnian-kesempurnaan-alquran.html
http://kitaabati.blogspot.com/2012/08/fungsi-fungsi-kurikulum-pai.html
http://kitaabati.blogspot.com/2012/04/aliran-syiah-khawarij-murjiah-qadariyah.html
http://kitaabati.blogspot.com/2012/05/teori-teori-kebenaran-filsafat.html
http://kitaabati.blogspot.com/2012/05/proposal-skripsi-pemanfaatan-internet.html
http://miazart.blogspot.com/2011/02/materi-pembelajaran-aqidah-akhlak-pada.html
http://miazart.blogspot.com/2011/02/dasar-tujuan-ruang-lingkup-dan-fungsi.html
http://miazart.blogspot.com/2013/02/metode-pembelajaran-pelajaran-aqidah.html
http://miazart.blogspot.com/2011/02/perencanaan-sistem-pembelajaran-pai.html
http://miazart.blogspot.com/2011/02/tafsir-tarbawi-tujuan-pendidikan.html
http://miazart.blogspot.com/2011/01/contoh-takhrij-hadist.html
http://miazart.blogspot.com/2013/01/tujuan-pendidikan-dalam-islam.html
Kalau membahas agama pake filsafat, uda gak benar. Filsafat itu perangkat atheis. Coba baca neoplatonisme, yg mana yg esa adalah pendorong bukan pencipta sbgmana orang beragama.
Kristen yg awalnya unitarian menjadi trinitarian disebabkan filsafat.
Gak ada yg lebih tau quran & meneladani sunnah kec sahabat. Yg diajarkan oleh utusannya (an nisa 31), & yg lebih mengenal Allah (al furqon 59)
Kecuali orang yg mengalami delusi
Referensi nya mana
Posting Komentar